REFORMASI BIROKRASI UNTUK MEMBANGUN BUDAYA KOMITMEN DAN KONSISTEN TERHADAP
PROSEDUR KERJA YANG ADA AGAR EFEKTIF DAN
EFISIEN
by Yosh Malli Ngara
A. LATAR BELAKANG
Tata
Laksana atau prosedur kerja dan sistem kerja adalah suatu pernyataan tertulis
yang menguraikan pelaksanaan kerja, rangkaian tata kerja yang berkaitan satu
sama lain, fungsi, tugas- tugas, tanggung jawab, wewenang, kondisi kerja dan
aspek – aspek pekerjaan tertentu lainnya yang membentuk satu kebulatan pola
tertentu dalam rangka melaksanakan sesuatu bidang pekerjaan. Tata kerja
memberikan fakta-fakta yang menunjukkan cara – cara pelaksanaan kerja yang
seefesien mungkin atas suatu tugas dengan mengingat segi – segi tujuan,
peralatan, fasilitas, tenaga kerja, waktu, ruang dan biaya yang tersedia.
Prosedur
kerja yaitu rangkaian tata kerja yang berkaitan satu sama lain sehingga
menunjukkan adanya suatu urutan tahap demi tahap serta jalan yang harus
ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu bidang tugas. Sistem kerja merupakan
suatu rangkaian tata kerja dan prosedur kerja yang kemudian membentuk suatu
kebulatan pola tertentu dalam rangka melaksanakan sesuatu bidang pekerjaan. Melalui tata kerja, prosedur kerja, dan sistem
kerja yang dibuat dengan tepat, dapat dilakukan standarisasi dan pengendalian
kerja dengan setepat – tepatnya.
Prosedur dan sistem kerja pada umumnya
memiliki peranan penting di setiap instansi pemerintahan maupun badan-badan
swasta untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Prosedur itu sendiri adalah
tahapan dalam tata kerja yang harus dilalui suatu pekerjaan baik mengenai dari
mana asalnya dan mau menuju mana, kapan pekerjaan tersebut harus diselesaikan
maupun alat apa yang harus digunakan agar pekerjaan tersebut dapat
diselesaikan. Sedangkan sistem kerja merupakan susunan antara tata kerja dengan
prosedur yang menjadi satu sehingga membentuk suatu pola tertentu dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan.
Sumber
Daya Manusia yang produktif dapat tercapai apabila karyawan- karyawan memiliki
kemampuan yang luas, disiplin dan memahami apa pekerjaannya dan mengetahui apa
– apa yang harus dilaksanakannya, bagaimana melaksnakannya pekerjaan tersebut
yang sesuai pada bagian, jabatannya dan bertanggung jawab atas pekerjaanya
tersebut. Berdasarkan hal tersebut seorang karyawan harus memahami uraian
pekerjaan dibidangnya masing – masing dalam memiliki kontribusi yang diharapkan
dari jabatannya. Uraian pekerjaan ini merupakan output yang dihasilkan Job
Analysis atau analisa jabatan yaitu suatu proses penelitian dan pengumpulan
informasi untuk membuat uraian yang berhubungan dengan operasi dan tanggung
jawab dari suatu pekerjaan tertentu. Seringkali pemahaman tentang tata kerja,
prosedur kerja, dan sistem kerja serta kontribusi yang diharapkan dari jabatan
tersebut tidak diperhatiakan oleh setiap organisasi, baik instansi pemerintah
maupun swasta sehingga dapat kita lihat pekerjaan – pekerjaan yang tidak
teratur, pekerjaan – pekerjaan rutin terbengkalai dan karyawan kurang bertanggung
jawab terhadap pekerjaannya karena kurang paham apa fungsi, uraian tugas –
tugas pokok yang harus dikerjakan dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh
karyawan atau pegawai dibagian mana ia ditempatkan. Selain itu, timbul juga
keletihan karyawan atau pegawai dalam bekerja karena pekerjaan akan tersa rumit
akibat karyawan atau pegawai tidak memahami Uraian pekerjaan pada jabatannya
dan kadang kala tidak sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja, dan sistem
kerja pada perusahaan tersebut.
Perusahaan
atau instansi Pemerintahan atau Organisasi apabila memperhatikan pentingnya
tata kerja, prosedur kerja, dan sistem kerja dan setiap karyawan ataupun
pegawai mempelajari dan mengusai Uraian pekerjaan pada bidangnya masing –
masing maka hal itu akan dapat meningkatkan efektivitas kerja karyawan pegawai
dan produktifitas kerja akan tercapai. Pemahaman mengenai uraian tugas yang
baik akan sangat mempengaruhi bagi kinerja perusahaan. Maka perlu diadakannya
suatu tata kelola pekerjaan yang baik pula seperti dalam menyelesaikan suatu
rangkaian kerja, rangkaian kerja itu dibagi dalam pelaksanaan – pelaksanaan
yang sesederhana mungkin dan menetukan waktu dari pelaksanaan-pelaksanaan ini
dengan harapan dapat mempercepat penyelesaian pekerjaan melalui penyederhanaan
kerja dan pemberian dorongan upah. Begitu pentingnya tata kerja, prosedur kerja
dan sistem kerja ini sehingga mengharuskan organisasi untuk tetap melakukan
uraian terhadap semua pekerjaan dalam organisasi agar
Tidak
semua perusahaan/Instansi Pemerintah/Organisasi mampu mencapai tujuan yang
telah ditentukan pada sesuai Visi dan Misinya. Hal ini dapat terjadi karena
kurang baiknya pelaksanaan prosedur dan sistem kerja pada
perusahaan/organisasi/instansi tersebut yang biasa dikenal dengan Standard
Operational Procedure (SOP) atau Prosedur Kerja. Oleh karena itu, organisasi
yang ingin mencapai tujuan dan hasil yang memuaskan harus mampu menjalankan
prosedur dan sistem kerja yang dibuat dengan tepat, dapat dilakukan
standarisasi dan pengendalian kerja. Setiap badan usaha mengharapkan pegawai
maupun perusahaan yang memiliki prosedur dan sistem kerja yang baik agar dapat
mencapai tujuan yang diinginkan.
Pedoman
dalam pelaksanaan sistem yang baik dan berstandar internasional yaitu dalam
Quality Management System (QMS) ISO 9001:2015 sangat jelas untuk membantu dalam
pembuatan prosedur kerja atau sistem kerja lainnya, namun karena keterbatasan
pengetahuan, kurangnya komitmen dan tidak konsistem, membuat penerapan prosedur
kerja menjadi tidak berguna, menyebabkan dampak tidak efektif untuk mencapai
Visi dan Misi, serta tidak efisien dalam beroperasi.
Sumber
Daya Manusia menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam menerapkan tata
laksana sistem dengan baik terutama kompetensi dalam bidang pengetahuan akan arti
pentingnya prosedur kerja, bagaimana menyusunnya, dan dapat diimplementasi
dengan baik. Pengalaman SDM dalam membuat dan memonitoring penerapan prosedur
kerja juga penting dengan komitmen yang tinggi dan disiplin serta konsisten.
SDM yang berkompeten pada jaman milenial ini sangat penting untuk memadukan
kemajuan teknologi IT dan kebutuhan Organisasi/Perusahaan/Instansi Pemerintahan
dalam membuat, menyusun, memonitoring dan implementasi yang konsisten.
C. TUJUAN
DAN MANFAAT
v Tujuan :
Untuk
mengetahui lebih jauh tentang sistem,
proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai
dengan prinsip-prinsip good governance dan atau Visi dan Misi Organisasi
Ø Membangun
budaya komitmen dan konsisten terhadap prosedur kerja yang sudah ditetapkan
oleh Organisasi atau Instansi Pemerintahan guna mencapai proses realisasi yang
efektif dan efisien
Ø Sebagai
bahan referensi bagi penulis dan juga pembaca yang memiliki ketertarikan
tentang konsistensi pelaksanaan Prosedur Kerja
.D. TINJAUAN PUSTAKA
SOP
adalah suatu pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekejaan sesuai dengan
fungsi dan alat penilaian kinerja bagi instansi pemerintah maupun
non-pemerintah, usaha maupun non-usaha, berdasarkan indikator-indikator teknis,
administratif, dan prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan sistem
kerja pada unit kerja yang bersangkutan – Tjipto Atmoko (2011). Defenisi lain bahwa SOP merupakan dokumen yang berisi
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan administrasi perkantoran yang berisi cara melakukan pekerjaan,
waktu pelaksanaan, tempat penyelenggaraan, dan aktor yang berperan dalam
kegiatan – Insasi 2010. Dari pengertian para ahli diatas, maka
dapat disimpulakan bahwa pengertian SOP adalah suatu peraturan yang dibuat
secara tertulis dalam suatu badan usaha, yang berisi peraturan dan pedoman
kerja bagi setiap pekerja di dalam badan usaha tersebut, dan dijadikan sebagai
standar pada kegiatan operasionalnya.[1]
Pada
SNI ISO 9001:2015 dengan jelas menguraikan pada klausal 7.5 tentang Informasi
terdokumentasi, salah satunya kebutuhan Organisasi untuk menetapak Prosedur
Kerja sebagai acuan pekerjaan bagi pelaksana. Sistem manajemen mutu organisasi
harus mencakup informasi terdokumentasi yang diperlukan oleh organisasi dan
ketentuan standar sehingga menjamin keefektifan system manajemen mutu
Standar
Operasional Prosedur yang terstandarisasi dan eksplisit adalah aspek penting
dari setiap sistem kualitas yang akan menghadirkan kemampuan untuk bekerja
secara selaras dan sesuai standar yang ada. SOP yang dibuat dengan benar
akanmemastikan Anda dan tim Anda beroperasi dalam proses yang formal dan terkoordinasi,
ini tidak hanya meningkatkan produktivitas tetapi mengurangi risiko kesalahan. Sementara
setiap orang mungkin ingin melakukan hal yang benar, sering kali versi semua
orang tentang hal yang benar itu mungkin agak berbeda. Ini berarti akan menimbukan
hasil akhir yang cenderung bervariasi sesuai dengan siapa yang melakukan
tugas itu dan persepsi “kebenaran” menurut mereka secara individu. Jika harapan
di organisasi Anda adalah bahwa setiap orang harus mengikuti aturan yang sama,
maka Anda harus menjelaskan apa aturan itu. Cara terbaik untuk melakukan ini
adalah mendokumentasikannya melalui SOP yang benar. [2]
Keberadaan
Standard Operating Procedure sangat penting bagi operasional suatu perusahaan
atau Organisasi atau Instansi Pemerintah. Dengan SOP kita bisa mengantisipasi
berbagai situasi yang mungkin terjadi dalam menjalankan pekerjaan. SOP akan
memberi arah bagi pelaksana dalan menjalankan pekerjaannya. Dengan adanya SOP
maka karyawan mengetahui lingkup pekerjaannya. Dengan kejelasan ruang lingkup
ini, maka job description akan jelas sehingga tidak tumpang tindih. Dengan
demikian maka kinerja staf akan terjaga dengan baik. SOP harus terus dievaluasi
dan dikembangkan. Dalam periode tertentu minimal 6 bulan sekali SOP harus
dievaluasi dan diperbarui untuk perbaikan kinerja perusahaan secara menyeluruh.[3]
Regulasi
SOP diatur oleh Permenpan No.PER/21/M-PAN/11/2008 dimana SOP memiliki
beberapa manfaat, diantaranya : Meningkatkan akuntabilitas perusahaan, Membantu
staf bisa lebih mandiri, Menciptakan standar kerja yang teratur dan membantu
memudahkan evaluasi kerja, Menciptakan efisiensi dalam bekerja. Secara
gamblang, SOP lebih mudah dipahami sebagai suatu tatanan aturan yang dijadikan
acuan dalam pengelolaan perusahaan. SOP tidak hanya mengatur aspek-aspek
krusial perusahaan, SOP juga mengatur hal-hal kecil dan terkesan biasa saja.
Misalnya adanya SOP dalam mencuci tangan pada rumah sakit. Apalagi dunia saat
ini sedang dilanda wabah COVID-19, SOP mengenai cuci tangan mulai digalakkan ke
semua penduduk dunia. [4]
Menyadari
pentingnya dibuat prosedur kerja sebagai pedoman bagi pelaksana dalam
menjalankan tugasnya, maka kebutuhan bagi organisasi/perusahaan/instansi
pemerintah menjadi sangat prioritas. Namun dalam pelaksanaannya terutama dalam
pembuatan prosedur kerja terdapat beberapa kendala, antara lain menambahkan detail
SOP terlalu banyak. Kesalahan yang sangat umum dilakukan perusahaan ketika
menulis standar operasi prosedur (SOP) adalah menambah lebih banyak detail
daripada yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan benar. sehingga
memperlambat para pekerja ketika mereka menentukan bagaimana melakukan tugas
mereka. Butuh waktu lebih lama untuk membaca semua detail itu, dan itu
bisa membuat tugas menjadi tertunda. Beberapa prosedur perlu
didokumentasikan dengan cara yang rinci, sementara yang lain dapat
didokumentasikan secara ringkas.
Tidak
mengujinya secara lengkap, Standar Operasi Prosedur hanya bekerja dengan baik
ketika sepenuhnya diuji dan direvisi untuk bekerja seefisien mungkin. Perusahaan
yang tidak menguji prosedur mereka atau melakukan perbaikan tidak akan mendapat
manfaat dari SOP tersebut. Pastikan Anda mempelajari dan meningkatkan
prosedur tersebut. Jika Anda tidak melakukan penyempurnaan rutin pada
prosedur Anda, kemungkinan setiap bisnis yang Anda jalankan tidak berjalan
dengan baik karena tidak adanya penerapan yang baik terhadap perusahaan Anda.[5]
Faktor
lain yang menjadi kendala adalah :
1. Organisasi,
hambatan ini biasanya muncul akibat problem-problem yang ada kaitannya dengan
manajemen organisasi, misalnya gaya kepemimpinan, struktur organisasi yang
terlalu gemuk, alur koordinasi yang terlalu panjang dan rumit, tradisi
organisasi yang kurang kondusif, dan lain sebagainya.
2. Operasional,
hambatan ini muncul dari masalah semua
operasional organisasi, bisa datang dari karakter konsumen, keterikatan
organisasi dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, budaya organisasi,
dan kedewasaan organisasi tersebut.
3. Manajerial,
disebabkan oleh adanya perbedaan pandangan dari beberapa anggota manajemen
dalam penyusunan serta penerapan SOP dalam unit kerja dari masing-masing
departemen.
4. Personal,
datangnya dari individu organisasi, karyawan, atau user yang tidak mau
mendukung adanya SOP di dalam organisasi bahkan terang-terangan menyatakan
penolakan.[6]
1.
Permasalahan REFORMASI BIROKRASI
Penerapan birokrasi adalah untuk
ketertiban administrasi, keteraturan dan sistem yang dibangun agar dalam
pelaksanaanya menjadi bermanfaat bagi semua pihak. Birokrasi menyentuh pada
kepentingan publik yang menjadi sebuah tindakan dikenal dengan pelayanan
publik. Pelayanan Publik Pelayanan publik menurut UU Nomor 25 tahun 2009 adalah
suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Kebutuhan dalam reformasi birokrasi
salah satunya adalah adanya penetapan standar kerja yang dikenal dengan
Standard Operasional Procedure (SOP) atau juga dikenal dengan Prosedur Kerja
(PK). Penyusunan prosedur kerja melibatkan banyak pihak yang berkepentingan dan
juga perlu secara saksama. Manfaat yang diperoleh dari adanya prosedur kerja
sangat banyak dan mendukung tercapainya visi misi organisasi, target instansi
atau tujuan perusahan dapat terealisasi. Namun dalam pelaksanaannya masih berpotensi
terjadinya ketidaksesuaian dengan tujuan prosdur kerja dengan pelaksanaan dan
pemanfaatnnya.
Hal-hal yang masih menjadi hambatan
dalam reformasi birokrasi dalam proses tata laksana antara lain ketika menulis prosedur
kerja penambahan yang dilakukan dengan sangat rinci/detail daripada yang
diperlukan atau dibtuhkan informasinya untuk menyelesaikan pekerjaan dengan
benar. Tidak hanya menambahkan sangat rinci dan menambah pekerjaan pada
proses dokumentasi, tetapi juga memperlambat para pekerja ketika mereka
menentukan bagaimana melakukan tugas mereka. Butuh waktu lebih lama untuk
membaca semua detail itu, dan itu bisa membuat tugas menjadi tertunda.
Hambatan lainnya yakni prosedur kerja
yang dibuat tidak dilakukan pengujian secara lengkap. Standar Operasi Prosedur
hanya bekerja dengan baik ketika sepenuhnya diuji dan direvisi untuk bekerja
seefisien mungkin. Organisasi yang
tidak menguji prosedur atau melakukan perbaikan tidak akan mendapat manfaat
dari SOP tersebut. Permasalahan lain yaitu menulis Prosedur Kerja terlalu
panjang/bertele-tele. Sehinga dengan menyatakan sesuatu dengan cara
bertele-tele, dapat dipastikan bahwa sebagian besar orang tidak akan
benar-benar memahami gagasan lengkap prosedur yang telah terapkan.
Permasalahan dalam reformasi birokrasi
ini dapat tidak efektif juga karena tidak adanya penjelasan yang efektif, dalam
melakukan SOP mendokumentasikannya bagaimana prosedur harus dilakukan, tetapi
tidak menjelaskan secara mendalam mengapa hal-hal harus dilakukan dengan cara
yang telah diterapkan dalam SOP tersebut. Hal ini tidak akan menjadi
informasi yang efektif karena kurangnya penjelasan akan isi dan inti dari
prosedur kerja tersebut.
Sistem reformasi birokrasi dapat menjadi
hambatan apabila dalam Organisasi/instansi terdapat permasalahan terkait dengan manajemen
organisasi, misalnya gaya kepemimpinan, struktur organisasi yang terlalu gemuk,
alur koordinasi yang terlalu panjang dan rumit, tradisi organisasi yang kurang
kondusif, dan lain sebagainya. Demikian
juga dalam operasional/praktek di lapangan, hambatan ini muncul, bisa datang dari karakter
konsumen, keterikatan organisasi dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, budaya organisasi, dan kedewasaan organisasi tersebut
Faktor lain yang menjadi permasalahan
dalam birokrasi reformasi sistem tata laksana adalah sistem manajerial,
disebabkan oleh adanya perbedaan pandangan dari beberapa anggota manajemen atau
pimpinan bagian dalam penyusunan serta penerapan SOP dalam unit kerja dari
masing-masing departemen. Juga karena personal, datangnya dari individu
organisasi, karyawan, atau user yang tidak mau mendukung adanya SOP di dalam
organisasi bahkan menolaknya secara subyektif.
Sistem, proses dan prosedur kerja tidak
jelas secara keseluruhan baik dalam perencanaan penyusunan, penerapannya dalam
operasional, evaluasinya akan berdampak juga dalam pencapai target baik tujuan,
manfaat dan visi dam misi organisasi/instansi pemerintah. Sumber daya manusia
menjadi kunci dalam keberhasilan reformasi birokrasi, berdasarkan kompetensi
SDM, hal ini masih menjadi tantangan dalam mencapai SDM yang benar-benar
berstandar.
Era teknologi serba digital dan on line
dapat menjadi peluang sekaligus masalah apabila dalam menyikapi secara
menyeluruh. Dalam organisasi/instensi ada beberapa level struktur pemgambil
kebijakan sikap akan era milenial ini. Integritas semua level dapat menjadi
acuan apakah pemanfaatan teknologi dapat mendukung berhasilnya reformasi
birokrasi khsususnya dibidang tata laksana. Kesempatan, waktu dan tenaga selalu
tersedia selama disikapi dengan penuh kesadaran bahwa jaman saat ini harus
diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi beserta segala fasilitas
teknologi.
Kesadaran yang tinggi bagi semua
stakeholder pengambil kebijakan dan eksekusi menjadi suatu permasalahan yang
dihadapi organisasi instansi, karena dalam pelaksana birokrasi terdiri dari
berbagai level pendidikan, usia, kesadaran dan visi misi setiap orang dalam
melakukan pelayanan publik. Nilai-nilai yang diyakini sebagai pelayan public
bagian dalam integritas dan kesadaran setiap pelaksana baik organisasi swasta
maupun instansi pemerintahan.
2.
Pemecahan Masalah.
Reformasi birokrasi menjadi salah satu
langkah, solusi atau sistem yang dapat membawa dampak dalam pelayanan publik.
Menghasilkan sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien,
terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance atau organisasi
yangmenjalankan standar yang baik, merupakan target, visi misi dan atau tujuan
yang harus dicapai.
Untuk menjawab dan mengatasi permasalah
dalam reformasi birokrasi bidang tata laksana beberapa hal ditawarkan pada
makalah ini. Seperti dalam permasalahan di atas, bahwa dalam pembuatan prosedur
kerja dapat terjadi pembuatan yang sangat rinci/detail sehingga berdampak pada
semakin tidak focus prosedur kerja tersebut. Maka diperlukan pemikiran yang
sistematis dengan menggunakan skema yang terstruktur sehingga informasi yang akan
disampaikan lewat prosedur kerja/SOP menjadi jelas, singkat dan tidak perlu
penjelasan secara rinci dalam prosedur kerja tersebut.
Permasalahan lain yang dapat terjadi
ketika prosedur kerja ditetapkan sebagai standar, belum teruji baik dalam
teknis pelaksanaan, pemehaman pelaksana dan kesesuaian kebutuhan prosedur
dengan pekerjaan yang dilaksanakan.
Untuk mengatasi permaslahan tersebut, pengalaman kami sebagai penulis
dan praktisi sistem manajemen mutu (Quality Management System) ISO 9001:2015,
dilakukan uji prosedur kerja dengan simulasi sesuai dengan karakteristik proses
yang dibuat SOP tersebut. Pengujian implemtasi dilakukan untuk memastikan
kesesuaian pelaksanaan dilapangan, pemahaman yang jelas dari pelaksana dan
prosedur tersebut memiliki manfaat bagi pelaksana dalam melaksanakan pekerjaan
agar menjadi mudah, capt dan sistematis. Hasil pengujian dilakukan evaluasi
atau perbaikan berdasarkan masukan dari pelaksana, selanjutnya diperbaiki yang
akan menjadi standar operating procedur (SOP) atau prosedur kerja.
Reformasi birokrasi SOP juga akan lebih
efektif apabila dalam penyusunan secara sistematis, skematis serta terstruktur
sehingga tidak terkesan bertele-tele. Teknologi IT menjadi solusi apabila
diterapkan dalam proses reformasi birokrasi ini. Teknologi aplikasi computer
telah menyediakan fasilitas untuk diaplikasi prosedur kerja secara sistematis,
skematis dan tersturktur dengan baik. Keberadaan SDM yang besar dalam era
milenial ini menjadi peluang dalam mengekspresikaan kemampunnya dalam pembuatan
prosedur kerja yang sistematis sehingga bagi pengguna/pelaksana saat membaca
atau melihta skema, tanpa penjelasan yang rinci segera memahami informasi yang
terdikumenatsi tersebut. Dalam ISO 9001:2015 juga telah disebutkan pada klausal
7.1.3 tentang infrastuktur bahwa dalam operasional proses, sistem atau produk
dan jasa yang berupa teknologi informasi dan komunikasi perlu dipelihara dan
perlu disediakan agar efektif dalam penerapannya.
Agar prosedur kerja dapat dipahami
secara utuh dan menjadi budaya dalam pelaksanaan sistem birokrasi tata laksana
yang efektif dan efisien, solusi lainnya adalah pelatihan atau sosialisasi
terhadap prosedur kerja yang akan diterapkan. Pelatihan saat awal karyawan atau
sataf masuk kerja menjadi kesempatan yang sangat efektif dalam memberikan
pemahaman yang jelas bagi mereka. Proses pelatihan tersebut dievaluasi akan
penyerapan materi dan kesesuaian pelaksana dalam melaksakan pekerjaan apakah
sesuai dengan SOP atau belum maksimal. Apabila ditemukan ketidaksesuaian dalam
pelaksanaan dapat diambil tindakan perbaikan yaitu dengan sosialisasi secara
berkala atau pendampingan secara rutin bagi pelaksana sampai benar-benar
memahami SOP dan mandiri dalam melaksanakannya.
Permasalahan
terkait manajemen organisasi, misalnya gaya kepemimpinan, struktur organisasi
terlalu gemuk, alur koordinasi yang terlalu panjang dan rumit, tradisi
organisasi yang kurang kondusif memerlukan komitmen pimpinan puncak apabila
ingin melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh, sehingga pelakasanannya
dapat secara integritas pada semua level apabila sudah ditetapkan komitmen
tersebut. ISO 9001:2001 pada klausal 5.1. tentang kepemimpinan bahwa manajemen
puncak harus memperlihatkan kepemimpinan dan komitmen terhadap sistem manajemen
mutu dengan mengambil tanggungjawa atas kefektifan system, memastikan kebijakan
dan target, memastikan integritas standar system dalam proses organisasi,
mengkomunikasikan pentingnya system mutu yang efektif serta melibatkan,
mengarahkan dan mendukung orang untuk berkontribusi pada kefektifan system
manajemen mutu
Solusi terhadap permasalahan akan
manajerial dan praktek pelaksanaan yang berbeda pandangan akan isi dari prosedur kerja, dapat diatasi dengan komitmen
dan konsisten akan kebijakan manajemen puncak atau pimpinan puncak
organisasi/instansi. Perilaku selanjutnya membangun budaya integritas untuk
mendukung kebijakan tersebut. Kontribusi aktif secara integritas yaitu dimulai
dari pimpinan puncak dan partisipasi aktif dari semua elemen yang ada dalam
struktur organisasi. Peranan pimpinan puncak sangat besar untuk melibatkan
semua stakeholder yang ada dalam organisasi maupun dalam kemitraan yakni pihak
eksternal dan pengguna jasa atau produk.
Organisasi atau instansi dalam menjawab
tuntutan jaman teknologi ini harus memiliki sumber daya manusia yang
berkompeten selain infrastruktur yang memadai untuk menyesuaikan teknologi
terkini. Standar kompetesi SDM harus ditentukan dalam melaksanakan pekerjaan
dalam kondisi terkendali sehingga kinerja baik dan efektif. Kompetesi ini meliputi
pendidikan, pelatihan, karakter dan atau pengalaman. Kepedulian juga salah satu
syarat dalam reformasi birokrasi terkait SDM, harus dipastikan memiliki
kepedulian terhadap kebijakan organisasi, target, kontribusi aktif dalam
mencapai tujuan organisasi. SDM yang mumpuni akan menjadi asset yang sangat
bermanfaat bagi proses reformasi birokrasi, sehingga kebutuhan dalam proses
atau sistem yang dibangun menjadi mudah, cepat, lengkap, efektif dan efisien.
Siklus PDCA (Plan, Do, Check dan Action) menjadi pola yang baik dan berstandar
untuk mengukur efektitas dari kegiatan peningkatan SDM yang telah dilakukan
oleh organisasi/instansi.
Penyediaan infrastruktur untuk menjawab
kebutuhan teknologi informasi sangat perlu bagi organisasi/instansi dalam
melakukan reformasi birokrasi termasuk dalam tata laksana. Jejaring
antarkonektivitas dan interkonektivitas
menjadi peluang dalam membangun komunikasi secara cepat, jelas, efektif
dan efisien dalam menerapkan system kerja yang koordinatif dan pengawasan yang
melekat dalam organisasi. Investasi infrastruktur dapat menjadi kendala, namun
dalam menyikapi perkembangan teknologi saat ini apabila tidak beradaptasi, maka
akan tertinggal dan bahwa dapat berakibat fatal.
Membangun budaya mutu dengan cara
reformasi birokrasi adalah langkah strategis bagi instansi atau organisasi agar
pelayanan public menjadi bermakna, bermanfaat dan membawa dampak psikis bagi
semua stakeholder akan kepuasan dalam pelayanan. Semua aktivitas reformasi
birokrasi berujung pada kepuasan masyarakat yang dilayani dalam konteks
pelayanan publik tersebut. Agar dapat terwujud budaya pelayanan yang prima,
maka dibutuhkan komitmen, konsisten dan berintegritas bagi semua elemen yang
terlibat, sehingga reformasi birokrasi secara umum dan khsusunya tata laksana
menjadi efektif dan efisien.
Agar dapat tercapai harapan dan tujuan
reformasi birokrasi secara umum dan secara khusus birokrasi tata laksana, maka
organisasi atau instansi perlu membangun regulasi yang jelas, berpihak pada
asas pelayanan publik yang prima sehingga masyarakat terpuaskan dalam pelayanan
tersebut. Regulasi yang sudah ditetapkan harus dilaksanakan dengan komitmen
tinggi secara konsisten, dengan sasaran akhir akan menjadi otomatis berlanjut
sampai menjadi budaya dalam menjalankan SOP tersebut.
A.
KESIMPULAN
1. Reformasi
birokrasi dalam bidang tata laksana baik organisasi maupun instansi menjadi
sebuah kebutuhan bagi semua orang agar bisa bertahan dalam persaingan global
ini. Untuk itu persiapan atau strategi perlu disusun dan dilakukan agar apa
yang menjadi tujuan, target dan atau visi dan misi organisasi/instansi dapat
terwujud
2. Beberapa
permasalahan yang masih terjadi dalam reformasi birokrasi tata laksana antara lain
:
a.
Dalam penyusunan atau pembuatan
SOP/Prosedur kerja dibuat sangat rinci/detail sehingga bias dalam isi pesannya
dan prosedur kerja tidak dipahami dengan jelas dan membutuhkan waktu lebih lama
bagi pelaksana untuk membaca dan memahaminya
b.
Prosedur kerja yang bertele-tele, tidak
sistematis dan jelas, sehingga sebagian besar orang tidak akan benar-benar
memahami gagasan lengkap prosedur kerja yang ada
c.
Prosedur kerja yang dibuat belum teruji
baik dalam systemnya, keseuaian penerapan dan kestabilan dalam menerapkan,
sehingga beresiko terjadi inkonsistensi baik baik prosedur itu sendiri, juga
bagi pelaksana menjadi tidak jelas
d.
Penerapan prosedur kerja dapat tidak
efektif apabila pelaksana belum memahami secara utuh dan mandiri dalam
melaksanakan prosedur tersebut.
e.
Permasalahan dalam organisasi/instansi
terkait dengan manajemen organisasi, misalnya gaya kepemimpinan, struktur
organisasi yang terlalu gemuk, alur koordinasi yang terlalu panjang dan rumit,
tradisi organisasi yang kurang kondusif, dan lain sebagainya.
f.
Sistem manajerial, adanya perbedaan
pandangan dari beberapa anggota manajemen atau pimpinan bagian dalam penyusunan
serta penerapan SOP dalam unit kerja dari masing-masing departemen. Demikian
juga factor personal, datangnya dari individu organisasi, karyawan, atau
pengguna yang tidak mau mendukung adanya SOP di dalam organisasi bahkan
menolaknya secara subyektif.
g.
Ketersediaan Sumber daya manusia yang
berkompeten dan kesiapan dalam menerapka prosedur kerja dengan memanfaatkan
teknolgi dan semua fasilitas aplikasi yang ada baik computer maupun media
lainnya.
h.
Kesadaran yang tinggi bagi semua
stakeholder pengambil kebijakan dan eksekutor sebagai pelaksana menjadi
permasalahan yang dihadapi organisasi instansi.
3. Pemecahan
masalah yang sering terjadi dalam proses pembuatan dan pelaksanaan prosedur
kerja adalah sebagai berikut :
a.
Diperlukan pemikiran yang sistematis
menggunakan skema yang terstruktur dalam penyusunan SOP sehingga informasi yang
akan disampaikan singkat, padat dan jelas. SOP yang sistematis perlu diuji agar
saat penetapan sebagai standar sudah sesuai dengan penerapannya dan membawa
manfaat, juga menggunakan fasilitas teknologi baik sarana komputer dan sarana
lainnya
b.
Membangun komunikasi yang baik,
terintegrasi pada semua level dalam organisasi agar reformasi birokrasi tata
laksana menjadi efektif dan efisien. Peranan pemimpin sangat penting sebagai
pengambil kebijakan, untuk selalu komitmen dan konsisten.
c.
Membangun budaya mutu terhadap kepatuhan
terhadap SOP yang sudah ditetapkan dengan penuh integritas sehingga kontribusi
aktif mulai manajemen puncak samapai level paling bawah
d.
Peningkatan standar kompetensi SDM
secara terprogram dengan menggunakan siklus PDCA (Plan, Do, Check dan Action)
agar pelaksanaan peningkatan SDM menjadi efektif dan efisiesn
e.
Penyediaan sarana dan prasarana
infrasturtur yang mengikuti perkembangan teknolgi untuk mendukung reformasi
birokrasi tata laksana dengan baik dan suskes.
f.
Regulasi atau peraturan yang jelas dalam
menjalankan SOP agar konsisten sehingga menciptakan budaya sebagai perilaku
pelaksana dengan komitmen tinggi.
Reformasi
birokrasi yang merupakan kebutuhan dalam peningkatan berkelanjutan perlu
dilakukan beberapa hal antara lain :
1. Perencanaan
reformasi birokrasi khususnya bidang tata laksana secara sistematis dengan pola
manajemen resiko, mempertimbangkan faktor resiko dan peluang
2. Kemampuan
Organisasi/instansi dalam melakukan investasi baik peningkatan SDM yang
berkompeten maupun infrastrukur yang sesuai dengan kebutuhan teknolgi terkini
perlu menjadi pertimbangan untuk tercapainya budaya pelaksana yang memiliki
komitmen tinggi dan melaksanakan SOP dengan konsisten.
3. Orientasi
semua stakeholder dalam melasanakan reformasi birokrasi ini adalah Pelayanan
Publik yang prima sehingga dirasakan manfaatnya bagi masyarakat umum, berdampak
pada tingkat kepercayaan pada organisasi atau instansi.
https://promise.co.id/apa-itu-sop-memahami-standard-operating-procedure-sop-itu-adalah/Apa
Itu SOP. 2019. Gilang Daryaatmaka. 13 April 2021
https://accurate.id/marketing-manajemen/sop-adalah/.
SOP Adalah: Pengertian, Fungsi, Manfaat, Contoh, dan Tips Membuatnya. 2020.
Sugi Priharto. 13 April 2021
https://www.prowebpro.com/articles/pentingnya_sop_standard_operating_procedure.
Pentingnya SOP (Standar Operating Procedure). 2020. PT. Proweb. 12 April 2021
https://grapadinews.co.id/seberapa-penting-sop-bagi-perusahaan/
Seberapa Penting SOP Bagi Perusahaan. 2020 Tim riset Grapadi.
13 April 2021
https://www.harmony.co.id/blog/masalah-yang-sering-terjadi-dalam-pelaksanaan-sop.
Masalah Yang Sering Terjadi Dalam Pelaksanaan SOP. 2021. Harmoniweb. 13 April
2021
https://www.jurnal.id/id/blog/2018-ketahui-4-hambatan-dalam-pelaksanaan-sop-dan-cara-menghindarinya/ 4 Hambatan dalam Pelaksanaan SOP dan Cara Menghindarinya. 2018.
Tim Jurnal. 13 April 2021
SNI ISO 9001:2015.
Badan Standardisasi Nasional
2015. Sistem Manajemen Mutu-Persyaratan.
Jakarta. BSN
SNI ISO 9000:2015. BSN. 2015. Sistem
Manajemen Mutu – Dasar-dasar dan Kosakata
Komentar
Posting Komentar